Jumat, 19 September 2008

Jurnal Sains dan Teknologi Kota Banjar Divisi Fisika

FISIKA
Jurnal Fisika ini diasuh oleh:
Bapak Endang Jaenudin S.Pd.
SMAN 1 Banjar
dan
Arip Nurahman
Indonesia University of Education.

Jurnal lokal Kota Banjar ini mengacu ke:

Jurnal Fisika Himpunan Fisika Indonesia
http://www.jurnal.lipi.go.id/situs/jfhfi/ - http://jf.hfi.fisika.net


Jurnal Fisika Himpunan Fisika Indonesia merupakan jurnal resmi yang diterbitkan oleh Himpunan Fisika Indonesia - HFI sejak tahun 1992. Jurnal berbahasa Indonesia ini telah terakreditasi dan teregistrasi dengan nomor ISSN 0854-3046. Segenap Editor Jurnal Fisika mengundang komunitas fisika untuk aktif berpartisipasi mengirimkan naskah. Seluruh proses (pengiriman, editorial, penerbitan, distribusi) dilakukan secara online melalui situs ini.

NASKAH DAN PENGIRIMANNYA :

  • Naskah merupakan karya ilmiah di bidang fisika.
  • Naskah belum pernah atau tidak sedang dalam proses diterbitkan di media lain.
  • Naskah ditulis dalam Bahasa Indonesia.
  • Naskah ditulis memakai format LATEX atau MS-Word. Format untuk MS-Word bebas karena akhirnya akan dikonversi ke LATEX. Untuk pemakai LATEX, direkomendasikan memakai template yang tersedia di halaman e-DATA.
  • Pengiriman naskah dilakukan secara online melalui link diatas.
  • Komunikasi dan seluruh proses selanjutnya HANYA dilakukan melalui situs ini.
  • Naskah diterbitkan setelah proses penilaian oleh pihak independen (referee). Penilai dipilih oleh Editor dari pihak ketiga yang bukan berasal dari institusi yang sama.
  • Status naskah sejak pengiriman sampai penerbitan bisa dimonitor secara online memakai nomor akses unik (10 angka) yang diterbitkan untuk setiap naskah dan diberitahukan kepada penulis melalui surat elektronik. Masukkan kode tersebut di jendela di atas.
  • Tidak dikenakan biaya apapun sampai proses penerbitan, kecuali :
    • Untuk NON-ANGGOTA HFI dikenakan biaya penerbitan Rp. 5.000 / halaman (halaman jadi setelah konversi).
    • Untuk naskah dengan format non-LATEX dikenakan biaya konversi Rp. 10.000 / halaman (halaman jadi setelah konversi).
  • Segera setelah naskah disetujui untuk diterbitkan dan biaya dilunasi (untuk non-anggota HFI dan atau naskah dengan format non-LATEX), akses ke naskah langsung dibuka untuk umum. Secara umum seluruh proses sejak naskah diterima sampai penerbitan TIDAK LEBIH dari 2 bulan (diluar masa penilaian oleh penilai yang sulit diprediksi).
  • Versi cetak beserta sampul jurnal dan Daftar Isi bisa diakses / di-download oleh publik tanpa dikenakan biaya apapun. Perkecualian bagi yang tidak bisa mencetak sendiri, bisa mengajukan permintaan melalui link formulir permintaan versi cetak di bawah abstrak setiap naskah dengan biaya yang tertulis di halaman formulir tersebut.

INFO TERKAIT :

  • Jurnal dibagi menjadi 3 sub-bidang dengan volume yang berbeda :
    1. Fisika Terapan : semua bidang terkait dengan aplikasi ilmu fisika.
    2. Fisika Pendidikan : semua bidang terkait dengan pendidikan ilmu fisika.
    3. Fisika Teoritik : semua bidang terkait dengan kajian terhadap ilmu fisika.
  • Jenis naskah dibagi menjadi beberapa kategori :
    1. Letter : naskah yang berisi aspek ilmiah orisinal dengan panjang kurang dari 4 halaman (halaman jadi setelah konversi) dan 4 gambar.
    2. Regular : naskah yang berisi aspek ilmiah orisinal dengan panjang lebih dari 4 halaman.
    3. Comment : naskah yang berisi tanggapan atas naskah orang lain yang telah diterbitkan sebelumnya.
    4. Review : naskah yang merupakan rangkuman atas suatu tema khusus.
    5. Proceeding : naskah yang telah dipresentasikan pada suatu pertemuan ilmiah.
  • Terkait dengan sistem online yang dipakai, diterapkan sistem penomoran 4+2 digit untuk setiap naskah. Yaitu 0XYY-ZZ, dimana X menunjukkan nomor kategori naskah diatas, YY menunjukkan urutan naskah saat diterima pada volume yang bersangkutan dan ZZZ menunjukkan urutan halaman pada naskah tersebut.
  • Untuk menuliskan referensi atas suatu naskah di Jurnal Fisika, dengan contoh naskah sub-bidang terapan volume ke 21 dan nomor 020601-12 tahun 2002 adalah : J. Fis. HFI A21 (2002) 0206.
  • Setiap volume terdiri dari 100 halaman.


EDITOR :

EDITOR KEHORMATAN :

KONTAK :
    Pusat Penelitian Fisika LIPI
    Kompleks PUSPIPTEK Serpong
    Tangerang 15310

    Tel : +62 (021) 7560570
    Fax : +62 (021) 7560554

    URL : http://jf.hfi.fisika.net




Large Hadron Collider
- LHC : Awal dari sebuah Akhir ?

Penulis: L.T. Handoko (GFTK LIPI)

LHC (Large Hadron Collider) di pusat akselerator dunia, CERN di pinggiran kota Genewa berbatasan dengan Perancis, menjadi bintang berita iptek hari ini (10/9). Hal ini terkait dengan saat pertama LHC dijalankan secara resmi. Bahkan bagi pecandu Google, pasti menyadari perubahan logo baru Google dengan animasi akselerator.

Kehebohan ini mengingat LHC merupakan ‘proyek mercusuar’ iptek modern di era global dengan melibatkan seperlima negara di dunia dan jumlah kolaborasi ribuan personil dari beragam bidang. Proyek ini menghabiskan ‘pengeluaran langsung’ sebesar $ 60 milyar ! Ini belum termasuk pengeluaran tidak langsung seperti biaya komputasi dan sebagainya yang dilaksanakan di luar LHC tetapi dilakukan secara berkelanjutan selama eksperimen berjalan. Sebagian besar biaya tersebut ditanggung oleh negara-negara Uni Eropa dan 6 negara lain seperti Amerika, Rusia, Jepang, Cina, Taiwan dan Kanada. Ditambah beberapa negara partisipan kecil : Israel, Iran, Korea dan lain-lain.

Skala LHC disumbangkan oleh terowongan berdiameter 3,8 m dengan total panjang 27 km berbentuk lingkaran 50–175 m di bawah tanah seperti gambar diatas. Di dalam terowongan tersebut dipasang pipa hampa udara dengan magnet berdaya super di sekelilingnya. Supermagnet sebanyak 1232 buah ini berfungsi untuk membelokkan proton (salah satu jenis hadron) yang ditembakkan dari dua arah yang berlawanan, dan bertumbukkan di satu titik untuk menghasilkan ‘pecahan-pecahan’ partikel yang lebih elementer. Tanpa medan magnet super, proton yang bermuatan tidak akan bisa dibelokkan agar tetap berada di lintasan yang berbentuk lingkaran tersebut. Pipa hampa udara diperlukan untuk menghilangkan kemungkinan interaksi proton dengan molekul gas yang akan ‘mengotori’ hasil pengamatan atas tumbukan kedua proton di detektor. Untuk menghasilkan medan magnet super ini digunakan superkonduktor guna mencapai efisiensi daya listrik. Teknologi supermagnet dan superkonduktor ini merupakan akumulasi teknologi tinggi yang telah diperoleh dari eksperimen berbasis akselerator yang sudah dilakukan di berbagai belahan dunia, dan malah telah diaplikasikan sebagai teknologi maju di kereta api magnet dan sebagainya.

Hasil tumbukan proton-proton dari kedua arah tersebut akan ditangkap oleh detektor-detektor super beresolusi tinggi di 4 grup eksperimen, CMS, ATLAS, ALICE dan LHCb. Empat grup eksperimen ini memiliki tujuan untuk melihat aspek yang berbeda dari hasil tumbukan.

Untuk menjalankan fasilitas semacam LHC diperlukan konsumsi energi yang luar biasa. Setidaknya untuk menjalankan cryogenics yang berfungsi sebagai pendingin supermagnet diperlukan listrik sebesar 27,5 MW ! Sedangkan untuk detektor di empat grup eksperimen diperlukan total 22 MW. Daya listrik sebesar ini harus tersedia tanpa jeda selama eksperimen berlangsung. Gangguan di tengah periode eksperimen berakibat pengulangan dari awal. Tidaklah mengherankan bila CERN memiliki pusat pembangkit tersendiri sebanyak dua buah, dimana salah satunya sebagai cadangan.

Skala LHC juga ditunjukkan oleh sistem komputasi yang dipakai. Kebutuhan komputasi dengan kecepatan dan kapasitas raksasa di LHC merupakan pemicu utama pengembangan teknologi komputasi paralel berbasis GRID. GRID merupakan komputasi paralel yang disusun dari komputer-komputer paralel di berbagai belahan dunia yang terhubung melalui koneksi pita super lebar. Salah satu tulang punggung utama adalah koneksi langsung dengan kapasitas 10 Gbps antara komputer paralel di CERN dan SLAC (Stanford Linear Accelerator Center) di Amerika. Komputasi berkinerja tinggi diperlukan untuk mengolah data hasil tumbukan yang berjumlah sangat besar secara waktu nyata. Tanpa ini akan diperlukan kapasitas penyimpanan yang sangat besar yang tidak akan bisa dipenuhi oleh teknologi penyimpanan data saat ini ! Ini sangat berbeda dengan kebanyakan akselerator yang telah ada, dimana data mentah selalu disimpan terlebih dahulu untuk kemudian diolah dan dipilah setelahnya.

Target utama LHC

Mengapa LHC begitu penting dan berskala raksasa ? LHC ditargetkan untuk menguak misteri alam semesta melalui penemuan partikel elementer terakhir prediksi teori partikel yang sejauh ini belum ditemukan keberadaannya. Partikel ini disebut sebagai Higgs, sesuai nama fisikawan partikel teori yang memodelkannya di era 70-an. Partikel ini memegang peranan sebagai media perusak simetri untuk menghasilkan massa 16 partikel elementer yang lain yang telah dibuktikan keberadaannya. Kepastian atas keberadaan partikel Higgs ini akan menutup skenario teori partikel standar modern. Dilain pihak, kepastian akan ketiadaan Higgs akan memicu era baru di komunitas teori fisika partikel, seperti terjadi di dekade 70-an saat teori partikel standar baru dibangun. Karenanya, dalam konteks ini, konfirmasi atas ketiadaan Higgs justru ‘diharapkan’ oleh banyak sivitas di komunitas ini. Tanpa eksistensi Higgs, ekstensi teori partikel terpopuler yang disebut supersimetri akan kehilangan pijakannya. Target eksperimen ini menjadi bagian dari grup CMS dan ATLAS.

Berlawanan dengan teori partikel, LHC akan memberikan pijakan awal bagi teori astrofisika. Dengan skala energi yang bisa dicapai oleh LHC, untuk pertama kalinya manusia mampu mereproduksi proses terjadinya alam semesta sejak era big-bang seperti telah diprediksi oleh Hawking dkk. Karena LHC mampu melihat plasma dengan suhu dan kepadatan tinggi yang dihasilkan dari tumbukan proton. Plasma ini merupakan keadaan dari alam semesta segera setelah big-bang sebelum kemudian mendingin dan membentuk struktur-struktur baru berbasis materi nuklir seperti kita kenal saat ini. Eksperimen ini menjadi bagian dari grup ALICE.

Apa yang terjadi bila semua prediksi diatas tidak berhasil diamati ? Itulah yang disebut komunitas fisika partikel sebagai mimpi buruk. Mimpi buruk bagi komunitas eksperimen partikel karena membangun fasilitas eksperimen baru dengan kemampuan lebih besar sudah hampir mustahil, baik secara teknis dan terlebih finansial. Bencana juga bagi komunitas teori partikel yang akan kehilangan ‘petunjuk’ untuk mengembangkan teori yang sudah ada. Tentu saja kita hanya bisa menunggu konklusi final yang akan dilaporkan LHC setelah satu tahun pertamanya di akhir 2009 !

Penulis : L.T. Handoko (P2 Fisika LIPI

(http://www.fisikanet.lipi.go.id/)


Eksperimen Fisika Terbesar Di Dunia Dimulai
-

Para ilmuwan telah memulai eksperimen fisika terbesar di dunia telah mulai berlangsung tiga dasawarsa setelah digagas.

Big Band (BBC/AMO)Dalam eksperimen itu, para ilmuwan menembakkan berkas pertama partikel-partikel subatomis secara bertahap sepanjang terowongan 27 km di bawah Gunung Alpen Eropa.

Para teknisi dan ilmuwan meluapkan perasaan sukacita mereka, saat partikel-partikel proton menyelesaikan putaran pertama cincin bawah tanah, yang menampung kompleks riset fisika Large Hadron Collider (LHC).

Mesin senilai sekitar 10 miliar ollar yang berlokasi di perbatasan Swiss-Prancis itu dirancang untuk untuk menumbukkan partikel-partikel subatomik.

Mereka mencoba merekaulang kondisi setelah peristiwa Big Bang, yang menurut para ilmuwan menyebabkan terbentukan alam semesta.

Satu berkas partikel subatom lain akan dikirim dari arah berlawanan, dan menabrakkan partikel-partikel itu dengan kekuatan yang sangat dashyat.

Sejumlah pengkritik menyatakan ketakutan bahwa tabrakan proton bisa menimbulkan lubang hitam yang akan menyebabkan kiamat. Namun, kekhawatiran itu ditolak oleh para pakar fisika.

Tersendat-sendat

Rencana penelitian ini sendiri tersenda-sendat sejak digagas sekitar 30 tahun lalu. Proyek ini menghadapi masalah pembengkakan biaya, gangguan peralatan, dan masalah konstruksi.

LHC

Eksperimen di LHC melibatkan ilmuwan dan teknisi LHC sendiri dibangun dalam waktu sekitar 13 tahun. Collider itu dioperasikan oleh Lembaga Eropa untuk Riset Nuklir, yang lebih dikenal dengan akronimnya dalam bahasa Prancis, Cern.

Terowongan sirkuler yang sangat besar itu memuat lebih dari 1.000 magnet silindrik.

Magnet-magnet itu dipasang di sana untuk mengarahkan berkas - yang terdiri dari partike-partikel yang dinamai proton - sepanjang cincin yang membentang 27 km.

Pada akhirnya, dua berkas proton akan diarahkan secara berlawanan di terowongan LHC pada kecepatan mendekati laju cahaya, dan menyelesaikan 11.000 putaran per detik.

Wartawan sains BBC Matt McGrath dari Pusat Riset Nuklir Eropa, atau CERN, di Jenewa melaporkan, untuk menembakkan sinar itu ke sekeliling terowongan, diperlukan ribuan magnet bertenaga besar, yang didinginkan sampai suhu minus 271 derajat Celcius.

Mengungkap misteri

Berkas partikel tersebut akhirnya berputar dengan kecepatan mendekati kecepatan cahaya.

Setelah itu tim eksperimen ini akan menembakkan sinar ke dua yang bergerak ke arah yang berlawanan.

Beberapa minggu lagi, ke dua sinar itu akan bertabrakan di beberapa titik di sepanjang terowongan.

Tabrakan ini akan menghasilkan suhu yang jauh lebih panas dari matahari, dan terkonsentrasi di sebuh tempat yang sangat kecil, sekian kali lipat lebih kecil daripada debu.

Partikel-partikel sub atomik yang terbentuk, kemudian akan dipelajari secara teliti oleh ilmuwan dari seluruh dunia.

Mereka berharap data yang dihasilkan akan membuka misteri alam semesta.

Sumber : Abdimedia (11 September 2008) dan http://www.fisikanet.lipi.go.id/



Jepang Kuasai Nobel Fisika
E-7

Tiga ilmuwan asal Jepang, masing-masing dua warga Jepang dan seorang lagi warga Amerika Serikat (AS) keturunan Jepang meraih hadiah Nobel Fisika 2008. Yoichiro Nambu dari University of Chicago yang adalah warga AS meraih Nobel lewat karya penemuannya dalam mekanisme yang dikenal sebagai simetri patahan spontan dalam fisika subatomik.

Sedangkan, Makoto Kobayashi yang bekerja di Organisasi Penelitian Percepatan Energy, Tsukuba, Jepang, dan Toshihide Maskawa dari Yukawa Institute for Theoretical Physics (YITP), Universitas Kyoto menemukan asal patahan simetri yang memprediksikan eksistensi sedikitnya tiga keluarga quark (partikel elementer yang membentuk semua materi).

Atas keberhasilan itu, ketiga ilmuwan tersebut berhak memperoleh hadiah uang senilai 10 juta kronor (US$14 juta setara dengan Rp 7 juta). Nambu merupakan pria kelahiran Jepang 87 tahun lalu itu pindah ke AS pada 1952 dan menjadi profesor di University of Chicago, tempat dia bekerja selama 40 tahun.

Setelah itu, dia terus memperdalam ilmu dan mengajukan diri dan diterima menjadi warga AS pada tahun 1970. Sejak 1960, Yoichiro Nambu mulai memformulasikan deskripsi matematis dari simetri patahan spontan pada fisika partikel elementer. Simetri patahan spontan itu, mengungkap keteraturan alam di bawah permukaan yang tampaknya tak beraturan. Teori Nambu menyerap standar model fisika partikel elementer.

Model itu menyatukan blok-blok bangunan yang lebih kecil dari semua bahan dan tiga dari empat kekuatan alam dalam satu teori tunggal.

Sementara itu, hasil penelitian Kobayashi (64) dan Maskawa (68) menggambarkan simetri patahan yang agak berbeda dengan teori Nambum Kobayashi dan Maskawa menggambarkan peristiwa-peristiwa spontan itu sepertinya terjadi di alam, sejak sangat awal alam raya dan jadi kejutan ketika pertama kali ditemukan dalam percobaan partikel pada 1964.

Teori yang dihasilkan Kobayashi tahun 1972 baru-baru ini diuji oleh para ilmuwan yang pada akhirnya mendukung penjelasan Kobayashoi tersebut.

Tujuh Orang

Dua koran besar Jepang berbahasa Inggris, yakni Asahi Shimbun dan Yomiuri Shimbun menurunkan berita Nobel ini pada berita utama koran mereka yang terbit hari ini.

Menurut catatan kedua koran itu, dengan terpilihnya Makoto Kobayashi, Toshihide Masukawa, dan Yoichiro Nambu, total ilmuwan Jepang yang meraih Nobel sebanyak tujuh orang.

Ilmuwan Jepang pertama yang meraih Nobel, yakni Hideki Shirakawa pada tahun 2000 di bidang kimia, kemudian Ryoji Noyori di bidang yang sama setahun kemudian, dan Koichi Tanaka tahun 2002 juga di bidang kimia. Nobel Fisika pertama bagi ilmuwan Jepang diperoleh Masatoshi Koshiba tahun 2002. Koshiba merupakan Professor emeritus dari Universitas Tokyo.


Fisikawan yang Rendah Hati
Tjandra Dewi

Sosok Makoto Kobayashi sangatlah berarti bagi LT Handoko, peneliti pada Pusat Penelitian Fisika di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia di Serpong. "Dia sangat bersahabat dan low profile," kata Handoko tentang host professor-nya itu kemarin.

Handoko memang pernah menimba ilmu tentang simetri yang rusak secara langsung dari Kobayashi, salah satu pemenang Hadiah Nobel Fisika 2008. Handoko, yang sejak 1995 sampai 2003 mendalami teori penting dalam fisika partikel itu, mendapat kesempatan belajar di bawah bimbingan Makoto di KEK selama dua tahun.

Handoko bercerita, Makoto dan rekannya--Toshihide Maskawa--memprediksi bahwa setidaknya ada tiga famili quark baru selain tiga quark yang telah diketahui. "Mereka juga memprediksi apa yang akan terjadi bila ada enam quark, yaitu rusaknya simetri," kata Handoko. "Prediksi kerusakan simetri itu akhirnya terbukti dalam eksperimen yang dilakukan pada 1998-2002."

Handoko mengakui rusaknya simetri memang agak sulit dipahami oleh orang awam, meskipun teori itu menjelaskan aneka interaksi di alam semesta. "Manusia memang tidak merasakan apakah dunia yang kita tempati ini simetri atau tidak, tapi ketidakseimbangan akibat rusaknya simetri itulah yang membuat segala sesuatu bergerak," kata Handoko. "Ketidakseimbangan itulah yang membuat alam selalu berubah dan mengalir."

Rusaknya simetri juga menjelaskan bagaimana alam semesta terbentuk ketika Big Bang terjadi hampir 14 miliar tahun lalu, di mana antimateri tercipta hampir sebanyak materi.

"Ini seperti ada elektron yang bermuatan negatif, maka ada positron yang sifatnya sama dengan elektron tapi muatannya positif," ujarnya. "Di alam semesta semestinya juga sama, ada keseimbangan antara materi dan antimateri. Tapi ternyata materi lebih banyak, sehingga hal itu menjelaskan bahwa segala sesuatu tidak perlu seimbang."


Tiga Orang Berbagi Nobel Fisika
ISW

Yoichiro Nambu (87), seorang warga Amerika Serikat kelahiran Tokyo, dan Makoto Kobayashi (64) bersama Toshihide Maskawa (68) dari Jepang berbagi penghargaan Nobel Fisika yang diumumkan Royal Swedish Academy of Sciences, Selasa (7/10) di Stockholm, Swedia, karena penemuan mereka di bidang fisika subatomik.

Ilmuwan Amerika Serikat dan Jepang tersebut mengerjakan penelitian secara terpisah yang akhirnya mampu membantu menjelaskan mengapa sebagian besar dari alam semesta terbuat dari materi dan bukan dari antimateri. Penjelasan itu didapatkan dari sebuah proses yang disebut "broken symmetries". Melalui penelitian tersebut mereka mencari penjelasan tentang keberadaan (eksistensi) dan perilaku partikel terkecil yang disebut quarks.

Nambu, seorang profesor pada University of Chicago, dikenal luas akan penemuannya pada tahun 1964 tentang mekanisme "spontaneous broken symmetry". Penemuan itu kemudian mendasari Model Standar fisika yang menyatukan tiga dari empat kekuatan fundamental alam: kuat (strong), lemah (weak), dan elektromagnetik—meninggalkan hal yaitu gravitasi (gravity).

Hasil penelitian Nambu juga memengaruhi perkembangan quantum chromodynamics—sebuah teori yang menjelaskan sejumlah interaksi antara proton dan neutron yang membentuk atom, dan quarks yang membentuk proton dan neutron.

Sementara itu, Kobayashi dan Maskawa tahun 1972 menemukan enam tipe quarks, yaitu atas (up), bawah (down), asing (strange), menarik (charm), dasar (bottom), dan bagian atas (top). Semua itu kemudian ditemukan dalam percobaan-percobaan fisika partikel energi tinggi (high-energy particle physics).

”Fakta bahwa dunia kita tidak beperilaku secara simetris sempurna karena ada penyimpangan dari simetri yang terjadi pada ukuran mikroskopik,” demikian diungkapkan Komite Nobel. Broken symmetry memungkinkan partikel dari materi mengatasi partikel anti-materi.

Terkait ledakan besar

Dari hasil penelitian di tingkat mikroskopis tersebut kini diketahui bahwa proses seperti itulah yang menyelamatkan semua bentuk kehidupan. Hal ini kemudian dikaitkan dengan Teori Ledakan Besar, teori tentang asal mula terbentuknya alam semesta. Pasalnya, jika alam semesta simetris, antimateri akan secara konstan berjumpa dengan materi dan akan menghasilkan ledakan energi.

Para ahli fisika kini mencari spontaneous broken symmetry dan mekanisme Higgs yang membawa ketidakseimbangan pada peristiwa Ledakan Besar, sekitar 13,7 miliar tahun lalu. Para ilmuwan pada akselerator terbesar dan berkekuatan amat tinggi, Large Hadron Collider (LHC) di European Organization for Nuclear Research (CERN) di Swiss, saat ini sedang mencari partikel Higgs saat mengoperasikan lagi LHC pada musim semi 2009.

Komentar berbeda

Dua peneliti Jepang berbeda komentarnya akan penghargaan yang mereka terima. Kobayashi menyatakan, ”Ini benar penghormatan besar bagi saya dan saya tidak percaya ini.” Namun, Masakawa mengungkapkan kepada kantor berita Kyodo, ”Ada pola tentang penghargaan Nobel. Sampai tahun lalu, saya tidak berharap mendapat Nobel, namun tahun ini saya telah meramalkannya.” Namun, ”Saya tidak terlalu suka karena hiruk-pikuk perayaannya.”

Nambu akan menerima separuh hadiah uang tunai sebesar 10 juta krone Swedia (sekitar Rp 14 juta)—berarti sekitar Rp 7 juta. Sementara Kobayashi dan Masakawa mendapat masing-masing seperempatnya.

Nobel Fisika Diraih Tiga Ilmuwan Asal Jepang

Nurkhoiri

Tiga ilmuwan asal Jepang--salah satunya berpaspor Amerika Serikat-- memenangkan hadiah Nobel untuk kategori Fisika pada Selasa (7/10) atas teori mereka yang bisa menjelaskan perilaku partikel terkecil.

Yoichiro Nambu, profesor dari Universitas Chicago, Amerika Serikat, memenangkan separuh hadiah Nobel atas kerja matematika yang ia lakukan sekitar seperempat abad silam.

Nambu, kelahiran Jepang yang sudah menjadi warga Amerika Serikat, mengatakan ia sudah pasrah tidak akan mendapatkan Nobel. "Saya hampir menyerah," kata Nambu.

Separuh hadiah Nobel lain jatuh pada Makoto Kobayashi dan Toshihide Maskawa. Mereka berdua, pada 1972, mengembangkan teori yang meramalkan bakal adanya kelompok baru partikel subatom. Ramalan ini kemudian terbukti.

Akademi Ilmu Pengetahuan Kerajaan Swedia, yang memutuskan peraih Nobel, mengatakan tiga ilmuwan itu, "Memungkinkan kita lebih memahami apa yang terjadi di dalam susunan bangunan zat terkecil."

Atau, seperti ungkapan juru bicara Lembaga Fisika Amerika, Phil Schewe, "Alam bekerja dengan cara aneh dan ketiga fisikawan itu membantu menjelaskan keanehan itu dengan cara yang pintar."

Ketiga ilmuwan itu menjelaskan konsep fisika yang disebut simetri. Temuan Nambu pada 1960 sekarang menjadi model standar fisika dan menjadi teori dasar bagaimana alam semesta ini bekerja. Teorinya, disebut spontaneous broken symmetry, menjelaskan bagaimana partikel yang berbeda akan memiliki massa yang berbeda pula.

Sedang Kobayashi dan Maskawa, pada 1972 menjelaskan mengapa dalam eksperimen sebelumnya, sejumlah partikel subatom tidak mengikuti hukum simetri. Penjelasan mereka, dengan tepat, meramalkan adanya keluarga baru subatom yang disebut quark.

Saat menemukan teorinya, Nambu masih berkewarganegaraan Jepang karena ia baru menjalani naturalisasi sebagai warga Amerika Serikat pada 1970. Ia sendiri pindah ke Amerika pada 1952 dan bekerja sebagai profesor di Lembaga Enrico Fermi, Universitas Chicago, Amerika Serikat.

Kobayashi, 64 tahun, bekerja untuk High Energy Accelerator Research Organization (KEK) di Tsukuba, Jepang. Sedang Maskawa, 68 tahun, menjadi profesor fisika di Universitas Kyoto Sangyo di Kyoto, dan juga mengajar di Universitas Nagoya.

Kobayashi mengatakan ia sama sekali tidak menduga bakal mendapat Nobel. "Saya hanya mengejar keinginan saya," katanya. Sedang Maskawa mengatakan sebagai ilmuwan ia tidak takjub dengan Nobel. "Hadiah Nobel itu agak biasa saja."

Hadiah Nobel kategori kimia, sastra, dan perdamaian akan diumumkan pekan ini juga.

Rusaknya Simetri Alam Semesta : Ilmuwan Fisika Partikel Raih Hadiah Nobel Fisika 2008
Tjandra Dewi

Simetri yang rusak mungkin terdengar ganjil di telinga orang awam. Padahal tanpa kerusakan simetri itu, mungkin manusia, kehidupan, bahkan alam semesta--termasuk galaksi, bintang, planet, dan seisinya--tidak akan pernah ada.

Fenomena inilah yang dijelaskan oleh tiga ilmuwan kelahiran Jepang penerima Hadiah Nobel Fisika 2008, Yoichiro Nambu dari Amerika Serikat, Makoto Kobayashi dan Toshihide Maskawa dari Jepang. Penelitian yang mereka lakukan beberapa dekade lalu di bidang fisika sub-atom itu memberi pemahaman bahwa pada dasarnya dunia yang kita huni ini tidaklah simetris sempurna karena deviasi simetri pada tingkat mikroskopis.

Panitia Hadiah Nobel dari Royal Swedish Academy of Sciences, Selasa lalu, mengumumkan bahwa Nambu, ilmuwan dari Enrico Fermi Institute, University of Chicago, memperoleh separuh hadiah bergengsi itu atas jasanya menemukan mekanisme rusaknya simetri secara spontan dalam fisika sub-atom.

"Rusaknya simetri secara spontan mengungkapkan keteraturan alam di bawah permukaan yang tampaknya tak beraturan," kata panitia Hadiah Nobel dalam pernyataannya. "Teori Nambu sejalan dengan model standar fisika partikel elementer. Model itu merangkum unit penyusun materi terkecil dan tiga dari empat kekuatan alam dalam satu teori tunggal."

Separuh hadiah lainnya dibagi kepada Makoto dan Toshihide dari Jepang atas penemuan mereka tentang asal-muasal pecahnya simetri yang memprediksi eksistensi sedikitnya tiga famili quark di alam.

Nambu dan Makoto amat terkejut saat mendengar nama mereka disebut sebagai pemenang Hadiah Nobel Fisika. Nambu menyatakan dirinya sama sekali tak menyangka walaupun selama bertahun-tahun dia diberi tahu bahwa namanya ada dalam daftar calon yang dinominasikan meraih hadiah itu.

Hal serupa juga disampaikan Makoto. "Itu kehormatan besar bagi saya dan saya tidak dapat mempercayainya," ujarnya. Ilmuwan berusia 64 tahun itu kini bekerja di High Energy Accelerator Research Organization atau KEK di Tsukuba, Jepang.

Berbeda dengan Makoto, Maskawa, profesor emeritus di Yukawa Institute for Theoretical Physics di Kyoto University, Jepang, sama sekali tidak kaget. "Ada pola tentang bagaimana Hadiah Nobel diberikan," kata pria 68 tahun itu.

Riset mereka dinilai sangat berarti karena telah mengungkap perilaku partikel terkecil, quark, serta menggarisbawahi Standard Model yang menggabungkan tiga dari empat kekuatan fundamental di alam, yaitu tenaga nuklir kuat, tenaga nuklir lemah, dan tenaga elektromagnetik. Atas jerih payah tersebut, ketiga ilmuwan itu akan berbagi hadiah uang sebesar Rp 13,4 miliar dalam upacara penyerahan hadiah yang akan diselenggarakan di Stockholm pada 10 Desember mendatang.

Nambu adalah ilmuwan kelahiran Jepang yang pindah ke Amerika Serikat pada 1952 dan menjadi warga negara Amerika pada 1970. Kini pria 87 tahun itu bekerja sebagai profesor di University of Chicago, tempatnya bekerja selama 40 tahun.

"Pada awal 1960, Nambu memformulasikan deskripsi matematis tentang rusaknya simetri spontan dalam fisika partikel dasar. "Rusaknya simetri spontan terbukti amat berguna dalam membantu membentuk teori fisika modern," kata panitia Hadiah Nobel.

Nambu juga mempengaruhi pengembangan quantum chromodynamics, yang mendeskripsikan sejumlah interaksi di antara proton dan neutron yang membentuk atom, serta quark yang menyusun proton dan neutron.

Sedangkan riset yang dikerjakan oleh Makoto dan Maskawa menjelaskan rusaknya simetri dalam kerangka model standar, tapi memprediksi bahwa model itu seharusnya diperluas setidaknya sampai tiga famili quark.

Rusaknya simetri spontan yang dipelajari Nambu memang berbeda dengan kerusakan simetri yang digambarkan oleh Makoto dan Maskawa. "Tapi kejadian spontan itu tampaknya sudah ada di alam sejak awal mula alam semesta, dan kemunculannya amat mengejutkan ketika pertama kali ditemukan dalam eksperimen partikel pada 1964," kata akademisi itu.

Meski kedua ilmuwan Jepang itu telah mengajukan prediksinya sejak 1972, baru beberapa tahun terakhir ini para ilmuwan bisa mengkonfirmasikannya. Hipotesis adanya quark baru itu akhirnya bisa dibuktikan dalam sejumlah eksperimen fisika pada akhir 2001.

Dua detektor partikel BaBar di Stanford, Amerika, dan Belle di Tsukuba, Jepang, secara bersamaan mendeteksi simetri rusak yang terjadi di masing-masing fasilitas tersebut. "Hasilnya sama persis seperti yang telah diprediksi oleh Makoto dan Maskawa hampir tiga dekade sebelumnya," kata panitia dalam pengumumannya.

Menindaklanjuti penemuan mereka, kini para fisikawan lainnya berusaha mencari kerusakan simetri atau mekanisme Higgs, yang melontarkan alam semesta ke dalam ketidakseimbangan ketika Big Bang terjadi pada 13,7 miliar tahun lalu. Mereka juga mencari kebenaran tentang adanya partikel Ilahi atau boson Higgs dengan menggunakan Large Hadron Collider di European Organization for Nuclear Research, atau CERN, di Swiss.

Fisika Sub-atomik Menangkan Nobel
erm/ami

Penemuan tentang fisika sub-atomik memenangkan penghargaan Nobel bidang fisika tahun ini. Royal Swedish Academy of Sciences mengumumkan, 7 Oktober 2008, bahwa seorang Amerika kelahiran Jepang Yoichiro Nambu, 87, dan duo Jepang Makoto Kobayashi -Toshihide Maskawa, memenangkan penghargaan bergengsi tersebut. Nambu dari Universitas Chicago menemukan mekanisme yang disebut pecahan simetri spontan dalam fisik sub-atomik. Sedangkan Kobayasi dan Maskawa menemukan asal-usul pecahan simetris yang dapat memprediksi keberadaan setidaknya tiga famili dari enam yang ada di alam.

Royal Swedish Academy of Sciences menyebut "Pecahan simetri spontan merupakan rahasia alami yang terselubung dalam keberadaan campuran permukaan". "Teori Nambu menembus model standar partikel dasar fisika. Model itu mempersatukan pembangunan blok terkecil dari semua persoalan dan tiga dari empat teori alam dalam satu teori," seperti yang disebutkan dalam penghargaan itu.

Nambu yang pindah ke AS pada 1952 adalah seorang profesor di Universitas Chicago tempat dia bekerja selama 40 tahun. Dia menjadi warga AS sejak 1970. Pada awal 1960, Yoichiro Nambu memformulasikan deskripsi matematika tentang pecahan simetri spontan dalam partikel fisika dasar. Penemuan itu terbukti sangat berguna dan teorinya itu menembus model standar partikel dasar fisika.

Kobayashi dan Maskawa menjelaskan pecahan simetri hingga kerangka model standar, namun menempatkan model tersebut diluar tiga dari enam family. Kobayasi,64 tahun bekerja untuk Organisasi Penelitian Akselerator Energi Tinggi (KEK) di Tsukuba, Jepang. Maskawa, 68, bersama dengan Institut Teoritikal Fisika Yukawa di Universitas Kyoto Jepang.

Akademi menilai, teori yang dipelajari Nambu dan Teori pasangan Kobayashi – Maskawa berbeda. "Kejadian spontan itu seperti telah terjadi alami sejak permulaan jagad raya dan menjadi sangat mengejutkan ketika mereka pertama kali eksperimen partikel ditunjukkan pada 1964".

Akademi menambahkan bahwa hanya dalam beberapa tahun terakhir, ilmuwan dapat mengkonfirmasi penjelasan yang ditawarkan Kobayashi dan Maskawa pada 1972 silam. Prediksi ini, merupakan hipotesis baru yang baru saja muncul dalam eksperimen fisika.

Paling tidak pada 2001, dua partikel detektor Babar di Stanford dan Belle di Tsukuba, Jepang, keduanya mendeteksi adanya pecahan simetri secara terpisah. Hasilnya sama seperti yang diprediksi Kobayashi dan Maskawa hampir tiga dekade lalu.

Ketiganya akan berbagi hadiah uang tunai sebesar 10 juta Kronor atau USD 1,4 juta (Rp 13,5 miliar), serta mendapatkan medali dan menghadiri seremonial di Stockholm 10 Desember.

Jepang Ingin Tampung Proyek ‘Big Bang’
mn1

Jepang berharap bisa menjadi penampung mesin baru yang sengaja diciptakan untuk mengeskpos rahasia kosmik. Keinginan ini muncul setelah dua warganya menjadi pemenang Nobel Fisika tahun ini.

European Organisation for Nuclear Research (CERN) bulan lalu meluncurkan mesin senilai miliaran dollar AS di perbatasan Prancis-Swiss yang bertujuan meluncurkan cahaya pada sasaran yang manjadi bagian ‘Big Bang’ yang dikatakan ilmuan sebagai asal usul terciptanya alam semesta.

Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa menunjukkan ketertarikan menyelenggarakan kelanjutannya, yaitu hantaman atom sejauh 40 km international linear collider.

“Kami ingin membuat perjanjian sehingga Jepang bisa menjadi pemimpin dalam perkembangan baru tersebut,” kata Sekretaris Kabinet, Takeo Kawamura.

Jepang sedang menikmati suasana gembira karena dua penelitinya dan seorang peneliti AS kelahiran Jepang berbagi pengharaag Nobel Fisika. Kini, satu lagi ilmuwan Jepang mendapat Nobel Kimia, berbagi dengan 2 ilmuwan AS.

Kawamura mengatakan pemerintah akan menggunakan hadiah ini sebagai penarik untuk meningkatkan penelitian fisika.

Percobaan bulan lalu melibatkan mesin yang dijuluki Large Hadron Collider, terowongan sirkular 27 km di mana proton diakselerasikan hampir sama dengan kecepatan cahaya. Tapi, collider ini tidak bisa lagi digunakan sampai kuarter kedua tahun 2009 karena adanya kebocoran besar helium.

Jepang pada Desember mendatang juga akan membuka pusat penelitian atom terbesar di Tokai, timur laut Tokyo. Proyek ini bertujuan untuk membantu menjelaskan keluasan alam semesta dengan mengirimkan triliunan neutron melalui kerak bumi.


1 komentar: